Monday, November 27, 2006

Upaya Segala Cara Meredam Penyebaran HIV/AIDS

Tahun ini, hari AIDS sedunia mengambil tema akuntabilitas, dan merupakan topik yang selalu didengung-dengungkan oleh Kampanye AIDS Sedunia (World AIDS Campaign) sepanjang tahun 2006. Sementara slogan yang dipromosikan tanggal 1 Desember adalah Stop AIDS, Saatnya Melayani

Harus diakui, sejak kasus pertama dilaporkan tahun 1981 lalu, AIDS langsung membetot perhatian dunia. Tak hanya kalangan kedokteran yang memang bersinggungan langsung dengan penyakit ini, namun juga politisi, pemimpin agama dan masyarakat dunia.

Bisa sampai demikian? Ini karena HIV/AIDS telah menjadi epidemi global dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data badan dunia untuk masalah AIDS (UNAIDS), secara global epidemi AIDS sepanjang tahun lalu memang menunjukan penurunan. Namun, infeksi baru terus terjadi dan cenderung meningkat di beberapa wilayah dan negara.

UNAIDS memperkirakan, saat ini ada sekitar 40 juta orang hidup dengan HIV dan lebih dari 25 juta telah meninggal karena AIDS.

Sementara tahun lalu, ada sekitar 4,1 juta orang yang terkena HIV. Dari jumlah itu, 2,8 juta diantaranya meninggal karena AIDS.

Bagaimana situasi di Indonesia? Mengkhawatirkan. Hingga akhir September lalu, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan mencatat, penderita AIDS mencapai 6987 orang dengan jumlah yang terinfeksi HIV mencapai 4617 orang.

Dari jumlah tersebut, kasus AIDS terbanyak ada di propinsi DKI Jakarta, Papua, Jawa Timur,Jawa Barat, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Dengan penderita sebanyak itu, maka prevalensi AIDS nasional hingga 30 September adalah 3,47 per 100 ribu penduduk.

Adapun cara penularan kasus AIDS yang paling banyak melalui penggunaan narkoba suntik sebanyak 52,6 persen, heteroseksual 37,2 persen dan homoseksual 4,5 persen.

Perempuan paling rentan

Meski penderita AIDS di Indonesia lebih banyak kaum pria dengan rasio 4,6 berbanding 1, namun tetap saja perempuan merupakan pihak yang paling rentan terhadap penularan HIV/AIDS.

Gambaran ini bisa terlihat jelas pada penelitian yang dilakukan Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI dan kawan-kawan dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.

Riset dilakukan sejak Januari 2004 hingga Juli 2006 di poliklinik Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) HIV/AIDS RSCM.

Penelitian itu menemukan sekitar 309 perempuan dengan HIV/AIDS dan sebagian besar berusia produktif, yakni antara 20-30 tahun. Mirisnya, hampir 77.02 persen atau 238 orang ternyata terinfeksi HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Sedangkan sisanya melaui narkoba suntik dan kombinasi narkoba suntik dengan hubungan seksual.

Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Dr. Nafsiah Mboy, SpA, semakin banyaknya perempuan—dan juga anak-anak— yang tertular HIV/AIDS disebabkan karena ketimpangan jender dan faktor ekonomi. “Karena itu, tidak mungkin kita bisa melakukan penanggulangan AIDS yang maksimal tanpa melibatkan organisasi dan kalangan perempuan,” katanya.

Riskannya perempuan terkena HIV/AIDS tak ayal membuat KPA Nasional berencana memberi usulan untuk memasukkan secara khusus masalah perempuan dan kesetaraan jender dalam revisi Strategi Nasional Penanggulangan AIDS.

Upaya segala cara

Tak pelak lagi, kini segala cara dilakukan pemerintah untuk meredam penyebaran HIV/AIDS. Misalnya saja dengan kampanye untuk mencegah pemakaian narkoba serta melakukan seks aman.

Tapi bagi perempuan, sejauh ini tampaknya belum ada upaya maksimal. Padahal, wanita berhak melindungi dirinya sendiri terhadap penularan HIV/AIDS, terutama yang berasal dari transmisi seksual.

Solusinya?Ini dia. Penggunaan kondom perempuan bagi wanita. Nah, kondom perempaun ini, kata Nafsiah, saat ini telah diujicobakan di propinsi Papua.

Kenapa Papua? Jawabnya, infeksi HIV kepada perempuan jauh lebih cepat dibandingkan kepada laki-laki. Data terakhir menunjukan, 48 persen perempuan terinfeksi. Mirisnya lagi, infeksi itu bukan hanya terjadi pada perempuan penjaja seks, tetapi juga ibu rumah tangga.

Menurut Nafsiah, sejak tahun 1996-2004 ternyata tidak ada perubahan perilaku pemakaian kondom karena laki-laki pada umumnya enggan menggunakan kondom. Karena itu kini perempuan harus mengambil keputusan untuk melindungi dirinya dengan menggunakan kondom perempuan apalagi jika pasangannya memiliki perilaku seks berisiko tinggi atau sering berganti-ganti pasangan.

Negara-negara yang sudah sukses menggunakan kondom perempuan dalam kampanyenya adalah Zimbabwe, Kenya dan Brasil. Negera tersebut merupakan negara yang masih berkembang, tapi kesadaran mereka untuk Keluarga Berencana sudah cukup tinggi.

Dengan demikian, keberadaan kondom perempuan ini sangat dibutuhkan sekali oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia ini. Apalagi perkembangan penyakit menular dan mematikan tersebut terus berkembang dengan cepat. Kalau dibiarkan bisa mengancam penduduk Indonesia.

 
Blog Design By: BlogSpot Templates