Sunday, May 14, 2006

Ulang Tahun Rifa yang Ke-2

Kemarin (Minggu, 14/5) ulang tahun Rifa yang kedua. Senangnya. Acaranya sendiri berlangsung sederhana. Semuanya serba dadakan dan tanpa persiapan sama sekali. Yang diundang pun hanya tetangga depan dan kiri-kanan saja.

Bertindak sebagai event organizer-adalah Bunda Veni. Maklumlah. Tahun lalu Bunda Veni tidak sempat menyaksikan perayaan ulang tahun Rifa karena sedang berbaring di rumah sakit akibat gangguan pada kandungannya.

Tahun ini juga anggota keluarga kurang satu. Bapak, sekitar setengah tahun lalu meninggal dunia. Jadi tidak sempat menyaksikan ulang tahun Rifa yang kedua.

Sebagai yang punya hajat, tentu Rifa senang bukan main. Apalagi, tahun ini ada anak-anak yang sepantaran dia yang ikut hadir di acara ulang tahun. Lari sana-lari sini. Gaya khasnya itu lho, pecicilan.

Di tengah perjalanan panjangnya untuk mencari kesembuhan karena penyakit Hipoflasia Erithropoietin, Rifa tetap tumbuh menjadi anak yang normal. Semoga saja tetap sehat terus ya Nak.

Doa dari ayah dan mama, semoga Rifa cepat sembuh. Allah panjangkan umurnya. Sehat selalu. Manjadi anak yang cerdas. Berbakti pada orang tua,bangsa dan agama. Berakhlak mulia serta bisa menjadi panutan bagi orang-orang di sekelilingnya. Ya Allah, terimalah dan kabulkanlah doa hamba-Mu ini. Amin

Wednesday, May 10, 2006

Mahmoud Ahmadinejad

Seorang teman, kebetulan wartawan yang sering mangkal di kompleks DPR-MPR, kemarin (10/5) sempat bertemu dengan presiden Iran yang kini menjadi sorotan dunia, Mahmoud Ahmadinejad.

Memang, kemarin mantan walikota Teheran yang sederhana ini melakukan pertemuan dengan ketua MPR, Hidayat Nurwahid.

Betapa bahagianya teman saya ini. Kesan yang muncul dari teman saya itu, Ahmadinejad seorang yang ramah dan murah senyum. "Walaupun masih tetap lebih tinggi saya," katanya sambil berkelakar.

Harus diakui, pemimpin negara dengan 68 juta penduduk ini adalah sosok yang tegas. Ketegasannya itu terutama berkaitan dengan penetangannya terhadap hegemoni Amerika Serikat, Israel dan negara-negara Barat terhadap program nuklir Iran. Berulang kali Ahmadinejad mengatakan bahwa program nuklir Iran dibuat untuk tujuan damai. Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pun mendukung program nuklir tersebut. Cuma masalahnya, Si Abang Sam dan juga antek-anteknya tidak percaya akan hal itu. Amerika dan anjing-anjing pudelnya tetap ngotot bahwa program nuklir Iran membahayakan dunia dan merupakan ancaman.

Ancaman ? Ancaman bagi siapa ? Sepertinya tidak ada ancaman bagi dunia ini kecuali bagi mereka yang hatinya hasud (negera-negara Barat)

Sejatinya, karakter bangsa yang arogan (terutama si George Bush) adalah takut dengan kemajuan yang diraih bangsa lain. Begitu juga dengan program nuklir Iran. Amerika Serikat takut kalau Iran nantinya lebih maju dari Amerika. Amerika takut kalau nanti Iran akan menyerang Israel. Sebuah ketakukan yang tidak berdasar dan tentunya dibuat oleh mereka sendiri.

Ketakutan Amerika Serikat dan sekutunya itu, sekali lagi, menujukan standar ganda Barat. Mereka tidak ingin negara muslim menjadi maju. Apalagi kalau negara muslim itu tidak mau bekerja sama dengan mereka. Contoh konkret hal ini adalah Pakistan. Karena Pakistan--jelas-jelas negara ini membuat program nuklir untuk tujuan pertahanan, karena perasaingannya dengan India--mau bekerjsa sama dengan Amerika, program nuklirnya tokh didiamkan saja. Sementara Iran tidak sama sekali. Hal yang sama juga berlaku bagi Israel, yang juga punya program nuklir tersembunyi tapi tidak diutak-atik sama sekali oleh Amerika, PBB, Uni Eropa dan IAEA.

Tapi untunglah, dalam kasus nuklir Iran ini ada China dan Rusia yang menyelesaikannya dengan cara damai. Beda dengan Amerika Serikat--terutama Bush dengan nafsu angkara murkanya--yang menginginkan peperangan.

Terlepas dari itu, bagaimanapun juga, nuklir adalah teknologi masa depan. Dan hak setiap negara untuk mengembangkannya, apalagi jika bertujuan damai. Tidak terkecuali bangsa Iran.

Tuesday, May 09, 2006

Bis Kota Itu Menjadi Sumber Penghasilan

Jakarta semakin sumpek. Menjelang usianya yang ke 479 Juni nanti, ibukota negara ini kian penuh dengan persaingan. Persaingan untuk hidup, persaingan meraih rejeki, persaingan memperoleh pekerjaan dan persaingan dalam segala hal.

Nyaris, tidak ada ruang yang tersisa di Jakarta ini. Bayangkan, semua lahan sudah dijadikan proyek-proyek properti. Baik untuk apertemen, perkantoran maupun proyek komersil lainnya. Kesemua itu, tujuan akhirnya adalah benda yang bernama 'duit'.

Begitu juga dalam urusan mengaiss rejeki. Diperlukan keuletan dan semangat pantah menyerah untuk bisa terus hidup dan menggauli Jakarta. Lengah sedikit, sudah pasti akan dilibas orang.

Alhasil, setiap orang pun memanfaatkan kemampuan yang ada untuk bisa mengais rejeki sebesar-sebesarnya. Tak aneh jika kemudian bis kota pun menjadi lahan stretegis untuk meraih pundi sebanyaknya-banyaknya.

Perihal mencari rejeki di dalam bis kota ini sebenarnya bukan barang baru. Jauh sebelum krisis ekonomi melanda negeri ini, orang yang mencari nafkah di bis kota untuk, katakanlah berdagang atau mengamen, sudah ada. Namun, jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Tapi, tengoklah saat ini. Dalam sekali perjalanan, bisa enam atau sepuluh bahkah lebih makhluk bernama manusia yang mencari sesuap nasi, dengan memanfaatkan penumpang bis kota sebagai pangsa pasar mereka. Sebut saja misalnya pengamen, pedagang asongan, pengedar kotak amal, pengemis dan bermacam profesi mereka.

Sudah barang tentu, kehadiran mereka menggangu penumpang bis kota. Tapi, mau bagaimana lagi. Ekonomi sedanbg sulit. Jadi, yang bisa saya katakan, harap maklumlah dengan kehadiran mereka. Tokh, keberadaan mereka juga yang membuat perekonomian Indonesia, khususnya Jakarta tetap berputar.

Tuesday, May 02, 2006

Di Rawat Lagi

Sudah 2 hari Rifa dirawat lagi di RSAB Harapan Kita. Selasa ini, rencananya bisa pulang. Sudah sekitar 250 cc darah yang masuk.

Kemarin, ketika ada kunjungan, dokter yang merawat Rifa, yakni Dr. FX. Koesriyati, SpA, menyarankan agar dilakukan uji transferin buat Rifa. Hal ini juga pernah diutarakan Dr. Djajadiman Gatot, SPA(K)--juga dokter Rifa di RSCM--beberapa waktu lalu ketika pemberian EPO tidak menujukan hasil.

Saya sendiri sudah pernah mengusulkan hal itu, jauh hari sebelumnya.Tapi dokter Djajadiman mengatakan uji transferin belum perlu dilakukan. Belakangan dia mulai melunak. Ini berarti peluang penyembuhan Rifa masih besar.

Seperti beberapa kali perawatan sebelumnya, Rifa kali ini juga dirawat diruang Gambir. Maklumlah. Pundi-pundi makin menipis. Tapi, meski di kelas III, tapi perawatannya oke punya. Para perawatnya sangat peduli, tidak cuma dengan Rifa, tapi juga dengan pasien lain yang satu kamar dengannya.

Teman sekamar Rifa, seperti biasa, lumayan banyak. Dalam satu ruangan ada 5 pasien dari kapasitas 6 tempat tidur. Kemarin, si Maulana yang menderita leukemia itu sudah boleh pulang ke rumah. Tapi, masih ada Alif, lebih muda 3 bulan usianya dari Rifa yang terkena ALL (Accute Limfoblastic Leukemia). Juga ada Naufal, penderita thalassemia yang kebetulan semalam sudah pulang. Juga ada Dyandra, bayi yang baru berumur 3 bulan dan menderita infeksi saluran kemih. Terus Putri yang berusia 5,3 tahun dan menderita accoustic schwannoma.

Di kamar sebelah Rifa, kebetulan cuma ada dua orang pasien. Satu berumur sekitar 5 tahun, menderita gizi buruk. Dan satu lagi bernama Adelia, berumur sekitar 7 bulan menderita hepatomegali.

Memang, ada cerita tersendiri kalau Rifa dirawat di kelas III--sebelum-sebelumnya sih saya masih sanggup merawat Rifa di kelas II. Yakni kemajemukan pasiennya. Mulai dari yang mampu sekali, mampu tapi pas pasan, pasien yang tadinya mampu tapi kemudian mengurus JPS Gakin (Jaring Pengaman Sosial Keluarga Miskin) atau Askeskin karena penyakit yang diderita anaknya sangat berat dan membutuhkan biaya yang sangat banyak. Contoh kasus ini biasanya dialami orang tua yang anaknya menderita leukemia, yang memang membutuhkan pengobatan jangka panjang serta harga-harga obatnya yang mahal. Ada juga pasien yang memang berasal dari keluarga tidak mampu. Saya sendiri bersyukur kepada Allah, karena sampai saat ini masih bisa membiayai perawatan anak dan tidak pernah berhutang ke pihak rumah sakit. Alhamdulillah.

Kembali ke teman-teman sekamar Rifa, ada satu pasien yang kondisinya cukup parah. Yakni Putri yang menderita acosutic schwannoma. harus saya akui, selama mengurus orang sakit--entah bapak, anak atau almarhum mertua--baru kali ini saya mendengar penyakit yang bernama acoustic schwannoma itu.

Kondisi Putri memang sangat menyedihkan. Badannya kurus. Satu matanya sudah tidak bisa melihat karena digerogoti tumor. Dan kakinya tidak bisa digerakkan. Padahal, anak ini, tutur ibunya, sebelum sakit sangat riang. Yang namanya musibah (atau takdir) kan tidak ada yang tahu. Semalam, Putri dipindahkan ke ruang isolasi untuk memudahkan perawatan. Semoga cepat sembuh ya Put.

Harus kita sadari, bahwa sakit memang bukan kemauan kita. Jalan terbaik adalah menjaga kesehatan kita. Jaga sehat kita sebelum sakit kita. Kira-kira itulah kalimat yang pas buat memacu kita untuk tetap hidup sehat. Semoga.

 
Blog Design By: BlogSpot Templates