Kosong
Sendiri
Menyeruak tabir kamar
Kosong terlihat
Di atas kamar tidur
Tangan mu lelah
Pikiran gundah
Serasa tiada guna
Tapi, dalam kelemahanmu
Kau tampakkan sejuta asa
Buat songsong bahagia
Tidurlah dalam hangat selimutmu
Mimpilah dalam senyummu
Esok, kau harus kembali
Bersama menggapai mimpi
Meski berjuta rintangan menghalangi
untuk my dearest Riefa yang baru saja transfusi darah, moga ada kesembuhan ya nak. Ayah cuma bisa berharap dan berdoa, kamu lekas tumbuh besar supaya mimpimu tergapai
Lama Terdiam
Pfuih, akhirnya gue
up date juga blog ini, setelah sekian lama terdiam. Kalo gak salah sih, dari posting terakhir gue tertanggal 27 November 2006, sampai posting ini, sekira satu setengah tahun lebih gak bikin postingan baru. Jumud, mungkin iya. Tapi memang, gue dah bertekad untuk memperbarui blog ini dan posting yang sesuatu yang ada dalam pikiran gue.
Ngapain aja selama 1,5 tahun lebih? Banyak hal. Tapi intinya adalah:
1. Konsentrasi kerja selama 2,5 tahun di majalah Dokter Kita, sampai akhirnya diangkat jadi managing editor, terus mengundurkan diri Maret lalu. Gue harus jujur, pekerjaan di Dokter Kita begitu banyak menyita waktu.
2. Sekarang, sejak Mei tepatnya, gue memulai kiprah baru dengan menjadi managing editor majalah Health Today Indonesia. Banyak yang ingin gue lakukan di sini, termasuk menjadikan majalah Health Today terdepan dalam memberi informasi kesehatan kepada masyarakat.
3. Dah mulai bisnis sampingan (khususnya sih buat bini) biar ada pemasukan tambahan. Banyak sekali hikmah yang gue dapetin selama hampir satu bulan menganggur pasca mundur dari Dokter Kita. Jadi, keputusan untuk berbisnis harus diambil.
4. Masih tetap berharap kesembuhan Riefa, anak yang sangat gue sayangi. Masih kepikiran untuk menuliskan kisahnya dalam sebuah buku sih, tapi masih dalam konsep. Nanti aja deh.
Upaya Segala Cara Meredam Penyebaran HIV/AIDS
Tahun ini, hari AIDS sedunia mengambil tema akuntabilitas, dan merupakan topik yang selalu didengung-dengungkan oleh Kampanye AIDS Sedunia (World AIDS Campaign) sepanjang tahun 2006. Sementara slogan yang dipromosikan tanggal 1 Desember adalah Stop AIDS, Saatnya Melayani
Harus diakui, sejak kasus pertama dilaporkan tahun 1981 lalu, AIDS langsung membetot perhatian dunia. Tak hanya kalangan kedokteran yang memang bersinggungan langsung dengan penyakit ini, namun juga politisi, pemimpin agama dan masyarakat dunia.
Bisa sampai demikian? Ini karena HIV/AIDS telah menjadi epidemi global dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data badan dunia untuk masalah AIDS (UNAIDS), secara global epidemi AIDS sepanjang tahun lalu memang menunjukan penurunan. Namun, infeksi baru terus terjadi dan cenderung meningkat di beberapa wilayah dan negara.
UNAIDS memperkirakan, saat ini ada sekitar 40 juta orang hidup dengan HIV dan lebih dari 25 juta telah meninggal karena AIDS.
Sementara tahun lalu, ada sekitar 4,1 juta orang yang terkena HIV. Dari jumlah itu, 2,8 juta diantaranya meninggal karena AIDS.
Bagaimana situasi di Indonesia? Mengkhawatirkan. Hingga akhir September lalu, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan mencatat, penderita AIDS mencapai 6987 orang dengan jumlah yang terinfeksi HIV mencapai 4617 orang.
Dari jumlah tersebut, kasus AIDS terbanyak ada di propinsi DKI Jakarta, Papua, Jawa Timur,Jawa Barat, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Dengan penderita sebanyak itu, maka prevalensi AIDS nasional hingga 30 September adalah 3,47 per 100 ribu penduduk.
Adapun cara penularan kasus AIDS yang paling banyak melalui penggunaan narkoba suntik sebanyak 52,6 persen, heteroseksual 37,2 persen dan homoseksual 4,5 persen.
Perempuan paling rentan
Meski penderita AIDS di Indonesia lebih banyak kaum pria dengan rasio 4,6 berbanding 1, namun tetap saja perempuan merupakan pihak yang paling rentan terhadap penularan HIV/AIDS.
Gambaran ini bisa terlihat jelas pada penelitian yang dilakukan Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI dan kawan-kawan dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.
Riset dilakukan sejak Januari 2004 hingga Juli 2006 di poliklinik Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) HIV/AIDS RSCM.
Penelitian itu menemukan sekitar 309 perempuan dengan HIV/AIDS dan sebagian besar berusia produktif, yakni antara 20-30 tahun. Mirisnya, hampir 77.02 persen atau 238 orang ternyata terinfeksi HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Sedangkan sisanya melaui narkoba suntik dan kombinasi narkoba suntik dengan hubungan seksual.
Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Dr. Nafsiah Mboy, SpA, semakin banyaknya perempuan—dan juga anak-anak— yang tertular HIV/AIDS disebabkan karena ketimpangan jender dan faktor ekonomi. “Karena itu, tidak mungkin kita bisa melakukan penanggulangan AIDS yang maksimal tanpa melibatkan organisasi dan kalangan perempuan,” katanya.
Riskannya perempuan terkena HIV/AIDS tak ayal membuat KPA Nasional berencana memberi usulan untuk memasukkan secara khusus masalah perempuan dan kesetaraan jender dalam revisi Strategi Nasional Penanggulangan AIDS.
Upaya segala cara
Tak pelak lagi, kini segala cara dilakukan pemerintah untuk meredam penyebaran HIV/AIDS. Misalnya saja dengan kampanye untuk mencegah pemakaian narkoba serta melakukan seks aman.
Tapi bagi perempuan, sejauh ini tampaknya belum ada upaya maksimal. Padahal, wanita berhak melindungi dirinya sendiri terhadap penularan HIV/AIDS, terutama yang berasal dari transmisi seksual.
Solusinya?Ini dia. Penggunaan kondom perempuan bagi wanita. Nah, kondom perempaun ini, kata Nafsiah, saat ini telah diujicobakan di propinsi Papua.
Kenapa Papua? Jawabnya, infeksi HIV kepada perempuan jauh lebih cepat dibandingkan kepada laki-laki. Data terakhir menunjukan, 48 persen perempuan terinfeksi. Mirisnya lagi, infeksi itu bukan hanya terjadi pada perempuan penjaja seks, tetapi juga ibu rumah tangga.
Menurut Nafsiah, sejak tahun 1996-2004 ternyata tidak ada perubahan perilaku pemakaian kondom karena laki-laki pada umumnya enggan menggunakan kondom. Karena itu kini perempuan harus mengambil keputusan untuk melindungi dirinya dengan menggunakan kondom perempuan apalagi jika pasangannya memiliki perilaku seks berisiko tinggi atau sering berganti-ganti pasangan.
Negara-negara yang sudah sukses menggunakan kondom perempuan dalam kampanyenya adalah Zimbabwe, Kenya dan Brasil. Negera tersebut merupakan negara yang masih berkembang, tapi kesadaran mereka untuk Keluarga Berencana sudah cukup tinggi.
Dengan demikian, keberadaan kondom perempuan ini sangat dibutuhkan sekali oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia ini. Apalagi perkembangan penyakit menular dan mematikan tersebut terus berkembang dengan cepat. Kalau dibiarkan bisa mengancam penduduk Indonesia.
Mudik dan Selamat Ber-Lebaran
Saya dan keluarga memohon maaf sebesar-besarnya, untuk semua kesalahan, kekhilafan, kealphaan yang secara sengaja maupun tidak sengaja kami lakukan. Agar kita sama-sama dapat kembali ke Fitrah.
Bagi yang mudik, kami ucapkan selamat mudik. Semoga selamat sampai di kampung halaman.
Taqoballohu Minna wa Minkum
Isnaini dan Keluarga
Setetes Darah yang Menyelamatkan
Kebutuhan darah di Indonesia terus meningkat. Tetapi anehnya, baru sebagian kecil saja yang rela mendonorkan darahnya untuk kemanusiaan. Demikian ungkap Wakil Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Prof. DR. Dr. Sujudi.
Padahal, kata mantan Menteri Kesehatan era Presiden Soeharto ini, keperluan darah untuk pemenuhan kebutuhan medis mencapai 3 juta kantong setiap tahunnya. “Namun saat ini baru terpenuhi sekitar 1,2 sampai 1,3 juta kantong saja,”ujar Sujudi.
Sujudi menambahkan, kebutuhan darah di Indonesia semakin meningkat
lantaran dipengaruhi beberapa hal. Diantaranya karena seringnya Indonesia terkena bencana. Selain itu, kebutuhan medis di rumah sakit (RS) juga memang semakin tinggi.
Dari keseluruhan kantong darah yang berhasil diproses, menurut Sujudi, 40
Persen digunakan untuk pengobatan penyakit dalam, seperti gagal fungsi ginjal
dan kanker. Selain itu, 20 persen digunakan untuk penanggulangan di bidang
kebidanan, dan 20 persen lainnya untuk keperluan pasien operasi bedah. Sisanya untuk keperluan lain semisal penderita thalasemia.
Mengenai pemenuhan kantong daraha, Sujudi mengungkapkan bahwa saat ini sudah mengalami kemajuan yang sangat berarti. Sebagai contoh, ujarnya, tahun 1968 PMI hanya bisa mengolah 21 ribu kantong darah. Sementara tahun lalu sudah mencapai 1,3 juta kantong darah.
Idealnya, kata Sujudi, seharusnya warga yang menjadi donor itu bisa mencapai empat persen. ”Namun kita targetkan tiga persen saja," kata pria yang masih segar di usianya yang kini sudah 76 tahun itu.
Saat ini di seluruh Indonesia, menurut Guru Besar emiritus mikrobiologi FKUI ini, terdapat 188 Unit Transfusi Darah (UTD) yang terletak di setiap kota dan kabupaten. Namun seiring dengan adanya pemekaran daerah setelah otonomi daerah diperkirakan
jumlah UTD akan menjadi 400.
"Ini juga akan mendorong peningkatan kebutuhan darah," kata Sujudi.
Untuk mendorong meningkatan jumlah masyarakat yang bersedia mendonorkan
darahnya, dijelaskannya, beberapa hal telah ditempuh PMI, termasuk
sosialisasi kepada siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan
Sekolah Menengah Umum (SMU).
Meski begitu, ujarnya, yang penting diinformasikan kepada masyarakat adalah pentingnya mendonorkan darah untuk kemanusiaan. Apalagi, melakukan donor darah tidak sesulit yang dibayangkan. ”Syaratnya minimal berusia 17 tahun. Kalau di atas 60 tahun ada surat keterangan sehat dari dokter, sehat jasmani dan rohani serta kadar hemoglobin (Hb) di atas 12,5,”tutur mantar Rektor Universitas Indonesia ini. .
Sementara itu, ada anggapan bahwa harga setiap kantong darah saat ini mahal. Namun Sujudi menampik tudingan tersebut. Menurut Sujudi, biaya yang dikenakan setiap kantong darah hanyalah uang pengganti yang dipergunakan untuk membeli reagensia uji saring darah. ”Kebutuhan reagen itu kan diperoleh dari luar negeri. Reagen itu diperlukan sebagai uji saring supaya darah terbebas dari penyakit. Bebas dari virus hepatitis B, hepatitis C dan HIV/AIDS,”imbuhnya.
Di samping reagen, lanjutnya, alat untuk uji saring darah juga membutuhkan biaya perawatan yang tidak murah. ”Itu supaya alat tes tetap akurat.”
Lebih dari itu, kata Sujudi, mendonorkan darah adalah sebuah perbuatan mulia. ”Sebab, donor darah itu bisa menjadi life saving. Membuat orang lain menjadi tertolong hidupnya. Di samping itu, orang yang mendonorkan darahnya juga menjadi sehat. Jadi tidak usah khawatir menjadi lemah karena proses reproduksi darah jalan terus.” ujarnya.
Saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada siapa saja yang mendonorkan darahnya. Apalagi, setetes darah mereka menyelamatkan nyawa anak saya yang hingga kini masih tetap harus bergantung dengan tranfusi darah.
Sekali Lagi Soal Rokok
Membincangkan masalah rokok memang tak ada habisnya. Bulan Februari lalu, Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan merokok telah diberlakukan.
Di dalam Pasal 13 Perda tersebut terdapat larangan merokok di tempat
umum serta kewajiban pemilik dan pengelola gedung menyediakan kawasan khusus bagi perokok.
Larangan merokok diberlakukan di berbagai tempat antara lain pusat
perbelanjaan, Bandara dan terminal, tempat kerja, sarana pendidikan,
perkantoran, rumah ibadah, dan kendaraan umum. Bagi mereka yang
melanggar Perda tersebut diancam denda maksimal Rp50 juta.
Tapi, apa yang kita lihat kemudian. Perda itu seperti tidak punya taji. Perokok masih bebas menghembuskan asap rokoknya. Bahkan di bis umum yang sudah sumpek dengan penumpang sekalipun. Alhasil, larangan tinggalah larangan. Mereka yang merokok, karena merasa tidak ada hukuman yang membuat efek jera, tetap melanjutkan hobi merokoknya di tempat.
Mungkin, karena melihat Perda tidak efektif lagi melarang orang merokok di tempat umum, DPR punya rencana membuat
peraturan baru tentang rokok.Meski masih dalam bentuk draft, rancangan yang bernama RUU Pengendalian Dampak Rokok Untuk Kesehatan memiliki beberapa poin penting. Diantaranya
Pasal 3
Setiap orang berhak atas udara bersih dan menikmati udara yang bebas dari asap rokok.
Pasal 24
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayah pemerintahannya.
(2) Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tempat umum;
b. tempat kerja;
c. angkutan umum;
d. tempat proses belajar mengajar; dan
e. sarana kesehatan
Pasal 72
Setiap orang yang merokok di kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. dipidana dengan pidana penjara paling lama …. tahun dan denda paling banyak Rp ……
RUU ini diharapkan mampu menekan jumlah perokok. Semoga saja.
Satu hal lagi soal rokok yang mengkhawatirkan adalah
semakin banyaknya jumlah perokok muda di Indonesia.
Survey yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey terhadap penduduk di Pulau Jawa dan Sumatera menujukan 3 dari 10 Pelajar merokok sebelum umur 10 tahun.
Padahal , dengan semakin muda usia perokok, semakin rentan pula terkena penyakit yang mematikan. Sebut saja misalnya kanker paru atau penyakit sistem kardiovaskular semisal jantung.
Karena itu, tidak ada upaya lain, kecuali, Katakan Tidak Pada Rokok.
Kucai Pelumpuh Hipertensi
Masih banyak masyarakat Indonesia yang mengobati penyakit tekanan darah tinggi dengan ramuan tradisional. Hal ini bisa dimengerti. Sebab, tanaman obat berkhasian anti hipertensi memang berlimpah di negara ini. Selain itu, ada anggapan bahwa obat kimia penuh dengan efek samping berbahaya dan harganya yang relatif mahal semakin menjamurkan pemakaian obat tradisional.
Namun, di sisi lain, ramuan tradisional yang sudah teruji secara klinis untuk mengatasi hipertensi itu masih jarang. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Ramuan herbal itu diantaranya adalah seledri dan kumis kucing, yang bahkan telah menjadi fitofarmaka.
Seledri (Apium Graviolens L) mampu menangkal hipertensi karena tanaman ini mengandung senyawa aktif apigenin yang berfungsi sebagai calcium antagionist dan manitol yang identik dengan diuretik Sementara kumis kucing (Orthosipihon stamineus benth) juga mempunyai kandungan yang berfungsi sama sebagai diuretik. Kombinasi antara seledri dan kumis kucing sebagai anti hipertensi itu dilakukan oleh DR. Dr. Siti Fadillah Supari, SpJP sekitar 4 tahun lalu.
Khazanah pengobatan tradisonal untuk hipertensi tampaknya akan bertambah. Sebab, kucai (Allium schoenoprasum) saat ini sedang menjalani serangkaian uji laboratorium untuk mengetahui khasiat sesungguhnya sebagai herbal yang memiliki potensi anti hipertensi.
Kucai merupakan sejenis sayuran yang berasal dari keluarga Lili (tanaman berumbi). Tumbuhan ini mengandungi vitamin B dan C, karotin dan komponen belerang. Masyarakat Indonesia telah lama memanfaatkan kucai untuk pengobatan. Diantaranya untuk mengatasi keputihan, darah tinggi dan sembelit.
Selain itu, kucai diyakini mempunyai khasiat antiseptik untuk membunuh kuman bakteria dalam usus dan menjadi perangsang dalam proses pengasaman usus. Kucai juga berkhasiat melancarkan aliran darah, sekaligus menghindarkan pembekuan darah.
Uji Klinik
Orang yang kini sedang meneliti kucai sebagai obat herbal antihipertensi adalah Lia Amalia, MSi, staf pengajar Farmakologi-Farmasi Klinik Departemen Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama dengan Dr.Rully M.A.Roesli,PhD,SpPD-KGH, staf pengajar Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran (FK-Unpad) yang bertindak sebagai pembimbing.
Menurut Rully, indikasi utama penelitian kucai adalah untuk mengatasi hipertensi. ”Peneltian yang dilakukan terhadap kucai ini mulai dari kandungan zat aktif hingga uji klinik terhadap binatang. Kedua tahap itu sudah selesai,”katanya.
Sekarang, lanjut Rully, sedang dilakukan uji klinik pada manusia untuk mengetahi efikasi (khasiat) dan efektifitas kucai menurunkan tekanan darah tinggi. ”Memang masih perlu waktu lama bagi kucai untuk bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal anti hipertensi,”tegas Rully.
Sebelumnya, DR. Irda Fidrianny, M.Si, staf pengajar Biologi-Farmasi Departemen Farmasi ITB pernah juga meneliti efek hipotensi dan antihipertensi terhadap ekstrak dan fraksi ekstrak simplisia segar dan kering dari tumbuhan kucai.
Hasil penelitian Irda menunjukkan bahwa ekstrak etanol, ekstrak n-heksana, fraksi ekstrak etil asetat, fraksi ekstrak n-butanol dan fraksi ekstrak air sisa baik dari simplisia segar dan kering mempunyai efek hipotensi dan antihipertensi.
Sejatinya, penelitian obat tradisional Indonesia seperti kucai ini memang harus terus digalakan. Dengan demikian khasiatnya bisa dibuktikan. Kalau bisa, menjadi fitofarmaka pilihan.
Dua Sisi yang Saling Menghantui
Gejala yang muncul pada penderita manik-depresi dianggap suatu kewajaran dan hanya menjadi bagian dari perilaku kepribadian. Judul di atas kelihatannya menyeramkan. Tapi, memang demikianlah keadaan yang dialami penderita ganggguan bipolar. Kadang-kadang gembira yang berlebihan, terlalu percaya diri dan cerewet. Namun, di lain waktu kehilangan semangat, depresi serta murung. Mirisnya lagi, masalah kejiwaan yang dikenal dengan istilah gangguan manik-depresi ini sering membuat penderitanya terdorong untuk melakukan aksi bunuh diri.
Tidak percaya ? Coba simak apa yang terjadi dengan Veni, seorang praktisi periklanan yang berkerja sebagai copywriter ini.
Veni telah mengalami periode-periode suasana hati yang suram sejak ia berusia 18 tahun. Tetapi pada usia 20 tahun, ia mulai mengalami sesuatu yang baru. Keadaan euforia yang mengejutkan dan energi yang luar biasa tinggi. Gagasan yang berseliweran menyerbu benaknya, ucapan yang terbata-bata, dan kekurangan tidur disertai kecurigaan tak berdasar bahwa teman-temannya sedang memanfaatkan dia. Lantas, Veni menyatakan bahwa ia dapat mengubah warna benda-banda sesuai dengan keinginannya.
Pada saat itulah, ibunda Veni sadar bahwa bantuan medis dibutuhkan. Maka ia membawa Veni ke rumah sakit. Setelah dengan cermat memonitor suasana hati Veni yang berubah-ubah, para dokter akhirnya mencapai sebuah diagnosis. Yakni Veni mengidap gangguan bipolar.
Jika dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya seperti psikopat atau skizofrenia, demikian Prof. Dr. Sasanto Wibisono, SpKJ(K), ganguan bipolar tidak begitu terkenal. ”Namun, gangguan ini bisa jadi banyak diidap masyarakat,” kata Guru Besar Psikiatri FKUI-RSCM ini.
Kurang tenarnya gangguan bipolar itu, jelasnya, karena masyrakat menggagpa hanya bagian dari perilaku kepribadian. ”Apalagi sikap masyarakat yang tidak mau akrab dengan istilah gangguan jiwa,” terang dokter kelahiran 10 September 1937 ini.
Sasanto mengungkapkan, di Amerika Serikat prevalensi penyakit ini sepanjang hidup mencapai 0,3-1,6 persen. Sebagian besar menyerang pada kelompok umur 15-24 tahun. Ironisnya, kata Sasanto, sepertiga dari penderita ini cenderung punya keinginan bunuh diri dan 10-20 persennya berhasil melakukannya
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Masih gelap. Apalagi hingga kini memang belum ada survei yang bisa memberikan data pengidap penyakit tersebut. Stigmatisasi terhadap penderita gangguan jiwa membuat orang enggan mengakui dirinya mengidap manik-depresi.
Sasanto menjelaskan, kedua sisi alam perasaan dan perilaku penderita gangguan bipolar -baik manik atau depresi- dapat sangat ekstrim. Namun, ada kalanya tidak terlalu menonjol. "Masing-masing individu gejalanya bisa berbeda. Ada yang lebih menonjol kutub maniknya atau kutub depresinya," tambahnya.
Kondisi "terganggu" pada awalnya dapat berlangsung beberapa minggu hingga 2-3 bulan, kemudian kembali "normal" untuk jangka waktu yang agak lama. Bisa dalam hitungan bulan, malah hingga bertahun-tahun. Kondisi ini kemudian berulang kembali atau bersifat siklis.
Faktor Penyebab
Menurut Sasanto, penyebab gangguan bipolar terdiri dari banyak faktor. Yakni mencakup aspek biologis, psikologis dan sosial. Secara biologis, ganguan ini dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Sedangkan, secara psikososial, dihubungkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stres akibat kehidupan yang menyakitkan, atau stres karena kehidupan yang berat dan berkepanjangan.
Gangguan bipolar merupakan penyakit kronik. Layaknya, penyakit kronik yang lain, seperti, diabetes, jantung, atau ginjal, maka gangguan ini pun perlu penanganan yang berkesinambungan. Juga, harus ditangani secara hati-hati.
"Kurangnya pemahaman masyarakat akan kesehatan jiwa dan stigma terhadap pengidap bipolar dapat menyulut sikap dan perilaku yang keliru," ujar Sasanto. Misalnya, ketika penderita gangguan bipolar sedang dalam episode depresi, ditengarai sebagai perwujudan orang yang lemah iman, kurang bertakwa, dan sebagainya.
Kontras dengan depresi, tegas Sasanto, gangguan bipolar menyerang pria dan wanita dalam jumlah yang sama. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak-anak. Meskipun demikian, tegasnya, menganalisis gejalanya dan menarik kesimpulan yang benar dapat sangat sulit bahkan bagi seorang pakar medis sekalipun. Bisa diistilahkan, gangguan bipolar adalah bunglonnya gangguan kejiwaan, mengubah tampilan gejalanya dari satu pasien ke pasien lain, dan dari satu episode ke episode lain bahkan pada pasien yang sama.
Penyakit ini, kata Sasanto, harus diobati secara kontinyu. Sebab, jika tidak, maka siklus kambuhannya akan memendek. Sayangnya, masyarakat umumnya tidak mengetahui gangguan tersebut dan baru dibawa ke dokter setelah keadaan lanjut.
Bagaimana dengan terapinya? ”Dengan mengombinasikan penggunaan obat antipsikotik, antidepresan, dan mood stabilizer secara tepat. Hanya saja, terapi ini harus berkesinambungan dan membutuhkan jangka waktu cukup panjang,” tutur Sasanto.
Gara-gara tulisan ini pula saya bisa mendapatkan rezeki. Lumayanlah. Astra Zeneca sebagai produsen Seroquel menganggap tulisan ini cukup bagus sehingga layak untuk mendapatkan penghargaan.