Monday, April 24, 2006

Ruang Terbuka Hijau

Setiap akhir pekan, saya dan keluarga selalu menyempatkan diri untuk berolahraga pagi. Ya, paling tidak joging lah. Start-nya, mulai dari rumah di Kompleks Perindustrian sampai finish di lapangan BKKBN Halim. Lumayan lah, aktivitas fisik seperti ini. Bisa bikin badan jadi segar. Apalagi buat Rifa. Duh senangnya dia kalau diajak jalan-jalan pagi. Tengok sana tengok sini. Pecicilan dan tingkahnya itu lho. Gak nahan.

Biasanya, kalau sudah sampai lapangan BKKBN, orang-orang itu sudah banyak. Mereka biasanya juga membawa keluarga masing-masing. Banyak yang kita bisa lakukan di lapangan BKKBN ini. Mau main bulutangkis, silahkan. Jalan-jalan di koridor, boleh. Main sepakbola, ayo aja. Atau, mengikuti senam sehat dengan instruktur yang sudah siap sedia. Pokoknya, olahraga apapun bisa kita lakukan di sini.

Meklumlah jika lapangan BKKBN menjadi pelampiasan warga untuk berolahraga. Sebab, di kawasan tempat tinggal saya, jarang sekali ruang terbuka hijau (RTH) yang bisa dijadikan sarana bagi masyarakat untuk berkumpul. Yang ada, ruang tersebut telah digunakan untuk berbagai macam proyek. Misalnya perkantoran, perumahan atau bikin kos-kosan.

Minimnya ruang terbuka hijau, saya pikir bukan cuma di sekitar Halim. Di tempat lain di seantero Jakarta ini, ruang terbuka hijau juga semakin terkikis. Menjadi pemandangan biasa kalau masyarakat memanfaatkan lapangan gedung perkantoran sebagai sarana berkumpul mereka. Mau bilang apa lagi. Ruang yang seharusnya menjadi tempat berekspresi mereka ternyata telah beralih fungsi menjadi hutan beton yang minim manfaat. Padahal, kalau kita mau bijak, ruang terbuka hijau itu, selain menjadi tempat berkumpulnya warga, juga menjadi paru-paru kota dan resapan air.

Pengamat masalah tata kota, Nirwono Joga, dalam suatu kesempatan kepada saya pernah mengatakan bahwa dari dulu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang jago membuat berbagai macam program penghijauan. Diawali Gerakan Penghijauan Kota (1970); Program Hijau Pertamanan Kota (1975); Gerakan Memasyarakatkan Keindahan, Kebersihan, dan Keteduhan Lingkungan Hidup (1980); Program Pembangunan Kota Jakarta Berwawasan Lingkungan dengan Program Pembangunan Hutan Kota (1984); Program Penghijauan Bantaran Sungai (1988); Program Penghijauan Sejuta Pohon dan Program Penghijauan Sadpraja (1992); Program Jakarta Teduh, Hijau Royo-royo, dan Berkicau (2000); dan terkini Program Jakarta Hijau (2003).

Tetapi, hasilnya justru terbalik. Yang terjadi adalah penurunan signifikan target luasan ruang terbuka hijau (RTH) yang memperlihatkan ketidakkonsistenan kebijakan Pemprov DKI dalam mengembangkan RTH kota.

Jika dalam Rencana Induk Djakarta 1965-1985 ditargetkan luas RTH sebesar 37,2 persen (sangat ideal), maka dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005 target luas RTH dipangkas menjadi 25,85 persen (masih cukup ideal).

Belum puas, luasan RTH dipotong lagi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2000-2010 dengan target hanya sebesar 13,94 persen (tidak ideal). Sementara itu, luas RTH di lapangan hanya berkisar sembilan persen (50,53 hetar) dari total luas Kota Jakarta yang 66.152 hektar. Dengan kondisi seperti itu, RTH di Jakarta bisa disebut kritis.

Pertanyaanya kemudian, kapankah Jakarta yang menjadi milik kita ini kembali menjadi hijau seperti tempo doeloe ? Entahlah

 
Blog Design By: BlogSpot Templates