Monday, June 26, 2006

Pengalaman Mengurus Pasien di Beberapa Rumah Sakit ( 2 )

Rifa juga pernah dirawat di Ruang Perawatan Sehari/One Day Care (RSS/ODC) bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Kesan saya di tempat ini, ruwet dan birokratis. Ketika di rawat di sana, saya beruntung masih bisa mendapatkan kamar perawatan untuk Rifa, dengan tempat yang cukup representatif. Coba kalau di rawat di kelas III atau kelas II. Tidak bisa membayangkannya saya. Pasti Rifa jadi bahan belajar calon dokter spesialis yang sedang KO-AS itu.

Di rawat di RSS FKUI-RSCM ini lelahnya sangat terasa. Untuk mengurus administrasi keperawatan saja, sangat birokratis. Harus menghubungi bagian ini, bagian itu. Belum kalau di ping pong. Padahal Rifa masuk kategori pasien dengan perawatan tunai. Coba kalau pasien JPS Gakin atau Askes, pasti mengurusnya lebih repot lagi.

Belum lagi masalah obat-obatan dan lainnya. Keluarga pasien harus mengurus sendiri. Kebetulan, ketika merawat Rifa, persediaan darah di Bank Darah RSCM sedang habis. Jadi saya harus mengambilnya di UTD PMI DKI. Di UTD PMI DKI waktu itu tidak terlalu antri. Tapi pas di RSCM-nya, Masya Allah, saya harus melewati prosedur yang lama dan berbelit. Belum lagi cross check darah. Alhasil, ketika di rawat di RSCM itu, saya berguman dalam hati kalau Rifa sakit tidak boleh lagi dirawat di sini.

Selain Rifa, pasien lain yang juga sempat saya urusi adalah almarhum mertua saya di RSCM dan RS Antariksa Halim. Ketika akan dirawat di RSCM, mertua saya harus melalui UGD. Dan lagi-lagi sangat birokratis dan sangat lama. Apalagi, penangannya oleh dokter muda yang sedang Ko-As serta residen (calon dokter spesialis).

Belum lagi, untuk mendapatkan ruang perawatan, harus proaktif mencari sendiri serta memakan waktu lama. Bahkan, mertua saya yang terkena stroke itu harus menunggu sekitar 8 jam di UGD untuk mendapatkan ruang perawatan.

Ruang perawatan diperoleh, tapi tempatnya sangat tidak layak. Waktu itu mertua saya dirawat di IRNA B, bangsal strok lantai 1 dan bangsal penyakit dalam lantai 4. Saya kurang tahu bagaimana kondisi perawatan di IRNA A. Tapi, melihat gegatnya, mungkin tidak jauh beda. Kesan saya terhadap RCM ini adalah, harap maklum. Kita mungkin baru akan mendapatkan perawatan yang memadai di RSCM jika perawatanya di paviliun. Tapi itu, sekali lagi, bukan jaminan. Maklum saja, hampir semua dokter di RSCM sangat sibuk.

Rumah Sakit Antariksa Halim juga begitu. Prosedur di UGD sangat lama. Apalagi, rumah sakit ini tidak terkoneksi jaringan IT antara satu divisi dengan divisi lain. Jadi, ketika misalnya kita lupa membawa nomor rekam medik atau nomor itu hilang, ya sudah. Tamat riwayatnya. Pihak rumah sakit tidak bisa segera mencarikannya. Paling mungkin adalah register baru dengan nomor MR yang baru juga.

Ruang perawatan Rumah Sakit Halim juga sangat tidak layak. Meskipun mertua saya waktu itu dirawat di kelas II, tapi kondisnya sangat tidak memadai. Perawatnya hanya satu orang untuk jumlah pasiennya yang lumayan banyak. Belum lagi kondisi fasilitas pendukung semisal kamar mandi. Apalagi, fasilitas lainnya juga tidak begitu lengkap. Misalnya saja laboratorium. Rumah sakit ini mengklaim sebagai Rumah Sakit pusat Angkata Udara, tapi saya kira kalau kondisinya seperti itu, para petinggi Angkatan Udara jangan-jangan berobat di tempat lain.

Saya juga pernah mengurus perawatan ayah saya di RS. Pelni Petamburan. Prosedur di rumah sakit ini tidak berbelit-belit, terutama ketika di ruang UGD. Kita tinggal bawa pasien ke dokter jaga, mengurus administrasinya, meninggalkan uang deposit, semua urusan beres.

Ruang perawatannya termasuk baik. Kebetulan waktu itu ayah saya di rawat di Paviliun Wijaya Kusuma. Dokternya selalu siap sedia. Saya mencatat, ketika ayah saya masuk ruang perawatan jam 11 malam, jam dua pagi dini hari , dokternya yang profesor itu langsung mengunjungi ayah saya. Saya tidak tahu bagaimana kondisi perawatan di kelas lain apakah sama dengan apa yang didapat ayah saya di paviliun.

 
Blog Design By: BlogSpot Templates