Wednesday, July 19, 2006

Memaknai Perkawinan

Perkawinan adalah sebuah lembaga sakral. Ia hadir sebagai manifestasi dari keinginan dua insan untuk menciptakan ikatan keluarga yang suci.

Sejatinya, makna perkawinan bukan hanya sebagai urusan privat kedua pasangan, tetapi juga makna sosial sekaligus. Kedua makna ini tentu harus bersinergi satu sama lain.

Islam, dengan jelas mensyariatkan perkawinan. Tujuannya, antara lain untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Dengan demikian, Islam memandang perkawinan sebagai lembaga yang sarat makna.

Namun, belakangan kita saksikan makna perkawinan yang fitrah ini sudah mulai luntur pada keluarga-keluarga Indonesia.

Contoh konkretnya bisa ditemui dengan semakin banyaknya perceraian. Bahkan, terkadang perceraian itu dipicu oleh hal-hal yang sepele. Yang juga semakin marak belakangan adalah perselingkuhan, baik oleh suami maupun oleh sang istri. Perselingkuhan, apapun bentuknya, adalah noda dari sebuah perkawinan yang bisa memicu perceraian.

Berbicara perkawinan, saya ingat tanggal ini (20/7), tiga tahun lalu. Saat itu adalah peristiwa yang sangat istimewa buat saya, ketika saya mengikat janji dengan seorang perempuan bernama Yazzimatul Musyarofah, untuk hidup setia membangun keluarga yang sakinah. Ya, dia sekarang menjadi istri saya dan ibu dari Rifa, buah cinta kami yang sangat kami sayangi.

Hari ini juga merupakan ulang tahun istri saya yang ke-28. Selamat ulang tahun Mama Eci. Semoga Allah selalu memberi perlindungan kepada kita. Semoga Allah selalu memberi kemudahan kepada kita. Dan juga doa yang selalu kita panjatkan bersama, semoga Allah memberi kesembuhan kepada putri kita. Amin.

 
Blog Design By: BlogSpot Templates